Hukum Sisa Makanan Yang Ada Di Gigi Ketika Shalat
Diantara kamu muslimin banyak yang bertanya tentang masalah sisa makanan yang ada di gigi ketika shalat. Maka hukum sisa makanan yang ada di gigi sebagaimana dijelaskan oleh para ulama seperti syaikh Ibn Baaz rahimahullah ta’ala. Beliau ditanya:
ما حكم بقايا الطعام
التي توجد في الفم أثناء الصلاة؟ هل يكتفى بإخراجها من الفم، أم يخرج من الصلاة ويتمضمض،
ثم يعود ويبدأ الصلاة من جديد؟
“Apa hukum
sisa-sisa makanan yang ada di mulut ketika shalat? Apakah cukup baginya untuk
mengeluarkannya dari mulut, ataukah dia harus keluar dari shalat kemudian
berkumur-kumur kemudian kembali dan memulai shalat yang baru?”
Syaikh bin
Baaz rahimahullah menjawab:
ما يوجد في الفم من
آثار الطعام أو اللحم لا يضر الصلاة، سواء بقي أو أخرج أثناء الصلاة وطرحه في منديل
أو في جيبه، المقصود ما في الفم من آثار الطعام، أو آثار اللحم في الأسنان لا يضر الإنسان،
لكن لا يبتلعه، إذا أخرجه يلقيه في جيبه أو في منديل، وإن أبقاه في ضرسه أو في جيبه
حتى يفرغ من الصلاة لم يضرها، صلاته صحيحة. والحمد لله، لأنه لا يسمى بهذا آكلا ولا
شاربا
“Apa yang ada
d mulut dari sisa-sia makanan atau daging maka tidak membahayakan shalatnya.
Sama saja baik sisa makanan tersebut masih berada di mulutnya atau dia
keluarkan ketika shalat kemudian membuangnya di sapu tangan atau di kantongnya.
Jadi maksudnya apa yang ada di dalam mulut dari sisa-sisa makanan atau sisa-sisa
daging di gigi tidaklah membahayakan shalatnya. Akan tetapi dia tidak boleh
menelannya. Jika dia telah mengeluarkan sisa makanan tersebut hendaklah dia
membuangnya di kantongnya atau di sapu tangan. Jika dia membiarkan makanan
tersebut di gigi atau membuangnya ke
kantong hingga shalatnya selesai, maka shalatnya tdak batal, shalatnya sah. Dan
alhamdulillah, karena hal tersebut dia tidak dinamakan dengan makan atau minum” (Fatawa
Nur ‘Ala Ad-Darb 9/234)
Sehingga, jika
sisa makanan tersebut dibiarkan saja digigi atau dibuang dan tidak ditelan,
maka shalatnya sah dan tidak batal.
Maka mungkin
ada yang bertanya: “Ustadz, bagaimana jika tidak sengaja tertelan sisa
makananya?”
Maka kita
jawab: Kalau tidak sengaja tertelan, maka shalatnya tetaplah sah dan tidak
batal. Hal tersebut karena sesuai yang disabdakan oleh Rasulullah shallallahu
alaihi wa sallam:
إن الله قد تجاوز
عن أمتي الخطأ، والنسيان، وما استكرهوا عليه
“Sesungguhnya Allah telah memaafkan untuk ummatku dari
ketidak sengajaan, dan lupa, dan jika mereka dipaksa (diancam keras untuk
berbuat dosa” (HR Ibnu Majah dan dishahihkan oleh Al-Albani)
Seingga jika tidak sengaja tertelan maka hukumnya tidak
mengapa dan dia melanjutkan shalatnya.
Dan bahkan ada pendapat ulama yang mengatakan, kalau sisa
makanan yang tertelan tidaklah membatalkan shalat. Disebutkan dalam Al-Mubdi’ Fii
Syarh Al-Muqni’:
وَإِنْ بَقِيَ بَيْنَ
أَسْنَانِهِ بَقِيَّةُ طَعَامٍ يَجْرِي بِهِ رِيقُهُ فَبَلَعَهُ، أَوِ ازْدَرَدَهُ
بِلَا مَضْغٍ، أَوْ تَرَكَ بِفَمِهِ لُقْمَةً لَمْ يَمْضُغْهَا، وَلَمْ يَبْتَلِعْهَا،
لَمْ تَبْطُلْ لِلْمَشَقَّةِ، وَلِأَنَّهُ عَمَلٌ يَسِيرٌ، لَكِنَّهُ يُكْرَهُ
“Dan jika ada
sisa makanan yang menyangkut diantara gigi, kemudian dia mengalir bersama ludahnya
kemudian dia menelannya, atau dia menelannya tanpa mengunyah atau sisa makanan
tersebut tetap ada dimulutnya dia tidak mengunyahnya dan tidak pula menelannya,
maka shalatnya tidaklah batal karena terdapat masyaqqah (suatu hal yang
menyusahkan) dan karena hal tersebut adalah perbuatan ringan. Akan tetapi
hukumnya tetaplah makruh” (Al-Mubdi’ Fii Syarh Al-Muqni’ 1/454)
Sehingga pada
kesimpulannya: “Selama sisa makanan yang ada di gigi tidak ditelan dengan
membuangnya atau dibiarkan saja di gigi maka shalatnya adalah sah dan tidak
batal. Dan dia tidak boleh menelannya walaupun ada pendapat ulama fiqh yang
membolehkan, hal tersebut agar kita mengambil jalan yang lebih selamat dan
lebih utama yakni dengan tidak menelannya. Dan jika tertelan tidak sengaja maka
shalatnya tetaplah sah dan tidak batal, karena Allah telah memaafkan
ketidaksengajaan dari ummat nabi Muhammad”.
Allahu a’lam,
semoga bermanfaat.
Artikel: alamiry.net (Kajian Al Amiry)
Anda diperkenankan untuk menyebarkan, re-publikasi, copy-paste atau mencetak artikel yang ada di alamiry.net dengan menyertakan alamiry.net sebagai sumber artikel.
Akhy, pada fatwa syaikh bin Baz kalimat2 akhir (liannahu "la" yasma) diterjemahkan "karena itu dia dinamakan, padahal ada kata "la" / "laa" di situ, apa benar diterjemahkan demikian? Maaf saya sebenarnya kurang paham bhs. Arab.
BalasHapusLaa yusamma dan bukan sebagaimana yang antum katakan Laa yasmaa.
HapusAdapun untuk tambahan kata "tidak" sudah kami tambahkan, itu kekurangan (kesalahan) dalam pengetikan. Dan syukran atas komentar mulahadzahnya.